Cerdas Mengelola Bisnis Ritel

Cerdas Mengelola Bisnis Ritel

Cerdas Mengelola Bisnis Ritel

Pertumbuhan gaya hidup konsumen yang kini akrab dengan dunia teknologi informasi, harus disikapi oleh peritel dengan mengedepankan layanan yang memudahkan, dan menyuguhkan pengalaman belanja bagi konsumen.

Dengan perkembangan teknologi informasi, dunia kini di dalam “genggaman Kini, rasanya kalimat itu memang bukan basa-basi Dengan perkembangan teknologi yang cepat dan memudahkan, siapa pun bisa melakukan yang dulu tak terbayangkan hanya dengan menggunakan perangkat computer terkoneksi atau babkan hanya dengan gadget cerdas.

Pun demikian dalam industri ritel, perkembangan itu cenderang meningkatkan pertumbuhan transaksi belanja lewat media online. Pemesanan bisa dilakukan dari rumah dan konsumen tanpa harus datang ke toko. Ke depan, kecenderungan tersebut bahkan akan makin kuat.

Indikasi tersebut, misalnya, dikemukakan oleh perusahaan bisnis online Rakuten, yang memprediksi pertumbuhan belanja online di Indonesia pada 2013 akan mencapai US$500 juta, atau setara Rp4,8 triliun. “Transaksi itu berasal dari seluruh platform, seperti Facebook Kaskus, iklan baris, dan lainnya’,’ kata Ryota Inaba, Presiden Direktur dan CEO PT Rakuten MNC, pada acara Ramalan Tren E-commerce 2013, di Jakarta, pertengahan Februari lalu.

Tren transaksi online yang cukup progresif tersebut tak lain karena jumlah pengguna internet di Indonesia sampai sampai saat ini mencapai sekitar 50 juta orang Dari angka itu, dua persen merupakan pengguna aktif berbelanja online. Meski pada tahun 2012 pengsluaran orang-orang untuk belanja online Rp200.000-Rp300.000, menurut Ryoto, pertumbuhannya ke depan akan terus naik.

Tak ayal, pertumbuhan dan tren belanja online alias e-commerce yang makin tinggi ini dibaca banyak kalangan dengan menjadi pemain bisnis online. Iklan mereka bahkan jorjoran tampil di media, tak hanya cetak tapi juga media elektronik yang tentu saja dengan biaya yang sangat mahal.

Apa maknanya? Rasanya kita sepakat bahwa prosfek bisnis transaksi online ini memang sangat menjanjikan. Apalagi behavior konsumen Indonesia juga terus menunjukan kebergantungan pada media sosial misalnya. Sebut saja misalnya adalah menjadi kebanggan tatkala mereka mendapatkan barang yang diincarnya dengan harga dan kualitas tinggi. Pengalaman dan kebanggaan itu pun akan mereka bagi di media jejaring sosial. Dengan berbagi di media sosial, jelas akan menjadi experience yang lagi-lagi dibanggakan konsumen.

Ihwal kecenderungan tersebut, sebuah survei yang dikupas Rakuten bisa menjadi bukti. Survei ini mengungkapkan bahwa orang Indonesia tiga kali lebih suka merekomendasikan suatu barang kepada teman-teman di sosial media dibanding negara lain. Artinya, seperti ditegaskan Ryoto, ada peluang yang jelas untuk membuat belanja online lebih menghibur konsumen, lebih dekat mengamati barang yang diperdagangkan, dan menyajikan pengalaman yang sama dengan berbelanja di mall.

Bukti lain, sebagaimana diulas ABI Research, pasar m-commerce 2015 akan mencapai US$119 miliar, mewakili 8 persen dari total pasar e-commerce. Sementara itu Forst & Sullivan mengungkapkan bahwa industri e-commerce Indonesia pada 2015 akan mencapai angka US$1,8 miliar. Data yang sama menunjukkan pendapatan rata-rata dari sektor m-commerce ini tumbuh 67 persen sejak 2010 hingga 2015 nanti.

Ritel harus Cerdas



Kecenderungan konsumen untuk melakukan searching sebelum melakukan transaksi juga dikemukakan oleh Priambodo dari IBM Indonesia. Saat menjadi pembicara pada seminar Smarter Retail beberapa waktu lalu, Priambodo menjelaskan, ketika mencari suatu produk, konsumen kini tak akan langsung ke toko. “Mereka akan mencari terlebih dulu lewat online, kemudian mencoba melalui social connection, dan mereka akan mempertimbangkan web experience. Ini dilakukan karena orang akan membutuhkan experience dan kenyamanan ketika berbelanja”’ katanya.

Fenomena menarik ini tentu saja harus segera diatasi oleh para peritel yang selama ini konvensional menjual produk hanya mengandalkan gerai yang mereka punya. Menurut Priambodo, peritel harus segera memetakan dan memploting segmen konsumen yang mereka bidik. Selain itu, faktor partner juga harus lebih tepat dan melakukan proses “buy” dengan tepat.

“Untuk market kita butuh info konsumen, segmen mana yang ditargetkan dan campaign harus sesuai. Faktor selanjutnya yang harus diperhatikan adalah ‘sale’ dan selanjutnya service yakni bagaimana peritel mampu memberikan service kepada konsumen termasuk bagaimana mendeliver produk hingga ke tangan konsumen. Beberapa hal itulah yang di-approach IBM dan itu ritel membutuhkan semuanya”’ kata Priambodo.

Pendekatan tersebut, sekali lagi, IBM juga melakukannya karena tren pergeseran pola belanja konsumen. Jika dulu belanja harus pergi ke mal kini beralih melalui telepon, tablet, dan media sosial yang membuat konsumen melakukan transaksi hingga final. Karena itu, peritel harus menyikapi tren ini dengan melakukan cara baru dalam melayani konsumen mereka. Dengan demikian, peritel tetap mampu meraih pasar bahkan dengan biaya yang bisa ditekan.

Apa yang perlu dilakukan? Sebagaimana diungkap Priambodo, peritel harus mampu memberikan pengalaman berbelanja yang cerdas. Peritel harus mampu merasakan apa yang diinginkan seluruh customers, tentu dengan tahu mereka secara personal dan apa yang menarik dalam pikiran mereka. Jika ini terealisasi maka akan tercipta relasi yang saling menguntungkan antara peritel dan pelanggannya. Dengan mengetahui konsumen secara personal, tentu saja peritel akan lebih fokus memberikan pesan marketing secara online sehingga akan lebih efektif.

Ketika mencari suatu produk, konsumen kini tak akan langsung ke toko. Mereka akan mencari terlebih dulu lewat online, kemudian mencoba melalui social connection, dan mereka akan mempertimbangkan web experience. Ini dilakukan karena orang akan membutuhkan experience dan kenyamanan ketika berbelanja.

Selanjutnya yang harus dilakukan adalah membangun jaringan pasokan dan merchandising yang menarik. peritel harus mampu menawarkan merchandising dengan assortment yang sesuai dengan selera konsumen dan berbeda dengan yang ditawarkan di tempat lain. Setelah itu, lakukan efisiensi dan kontrol yang ketat pada jaringan pasokan sehingga peritel mampu memaksimalkan nila dari tiap unit yang diinves-tasikan di samping menjaga akuntabilitas dan product traceability.

Hal penting selanjutnya, peritel harus mampu mengendalikan operasional dengan cerdas (drive smarter operations). Dengan mengendalikan proses, peritel akan mendapatkan keuntungan dengan menekan biaya dan visibilatas performa organisasi. “Namun yang jelas, dengan Smarter Retail, banyak benefit yang bisa diraih. Di antaranya meningkatkan revenue dan value brand mereka dengan experience dan kemudahan yang kami berikan. Ketika brand naik tentu saja peritel bisa jadi top of mind sehingga orang akan belanja ke tempat mereka. Selain tentu saja Smarter Retail ini bisa menjadi langkah efesiensi operasional” pungkas Priambodo. R


sumber :  Majalah Retail

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget