8.1. Manajemen Kategori

Buku Retail Rules > 8.1. Manajemen Kategori

Jika dunia manufaktur produk mempunyai pengetahuan manajemen brand, maka dunia ritel modern mempunyai manajemen kategori. Manufaktur selalu berbicara tentang kinerja merek produk mereka dan peritel selalu berbicara tentang kinerja toko, sehingga terdapat miskomunikasi di antara dua organisasi ini
Untuk berbicara brand, peritel mengelola ribuan brand sehingga terlalu mendetail, sedangkan manufaktur tidak terlalu peduli dengan kinerja toko yang terlalu luas. Maka dicarilah jalan tengah, yaitu berbicara tentang kategori. Jadi, manajemen kategori menjadi bahasa penengah (common language) dan level di mana mereka bisa berkomunikasi secara maksimal. Kategori di sini adalah kategori produk, yaitu deterjen, minyak goreng, sampo, dan lain-lain.
Kategori kini harus dikelola bagaikan sebuah unit bisnis, yakni harus tumbuh secepat di pasar (market place) atau bahkan lebih cepat untuk mendapatkan pangsa pasar (market share).
Setiap kategori mempunyai pengelolanya, yaitu category manager, yang harus membuat rencana kerja kategori (category business plan). Mengelola kategori sama dengan mengelola sebuah unit usaha. Setiap kuartal, setiap kategori harus menunjukkan kinerja untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam category business plan.
Setiap kategori mempunyai Key Performance Index (KPI), misalnya angka penjualan, profit, market share, GM ROII, inventory, turn over, dan lain-lain. Dengan demikian, di dalam ruang pembelian (buying room), kedua organisasi tidak membicarakan brand A dan omzet toko di lokasi Z, tetapi membicarakan bagaimana membangun suatu assortment mix, margin mix, proporsi segmen produk yang menangkap tren konsumen, promosi, dan pemajangan yang optimal.
Di sini diperlukan sifat entrepreneurseorang category manager yang bermodalkan pengetahuan pasar, tren konsumen, perilaku belanja konsumen di kategori tersebut, strategi lebar dan dalamnya (width dan depth) suatu kategori, kreativitas promosi dan pemajangan, dan lain-lain.
Category manager bertindak seperti seorang chefyang harus bisa menghasilkan suatu masakan, misalnya gado-gado, dengan rasa istimewa, berisikan ragam bahan yang berbeda, penampilan berbeda, dan ukuran saji yang berbeda. Jadi, yang harus bisa disajikan adalah total pengalaman makan dan rasa yang berbeda dibandingkan dengan seribu jenis gado-gado yang ada di pasar (market place). Keterampilan yang dibutuhkan tidak seperti dulu, yaitu procurement, melainkan menjadi pebisnis dengan keahlian yang lengkap, pebisnis yang ulung di zaman informasi yang serba cepat berubah dan hyper competitive.
Jadi, bagan komunikasi antara manufaktur dengan peritel sudah berubah dari bagan butterfly ke diamond. Peritel lama mengutus buyer untuk berkomunikasi dengan bantuan manufaktur, yaitu seorang tenaga penjual (sales person). Tetapi dua utusan ini tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk membicarakan sinergi dalam strategi bisnis, strategi pemasaran, strategi penjualan, strategi logistik, dan strategi teknologi informasi.

Maka semua pimpinan manajemen yang memiliki kompetensi dalam bidangnya harus bertatap muka (interface) dan membangun sinergi. Saat ini keduanya harus membangun keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang menguntungkan kedua belah pihak. Langkah-langkahnya antara lain adalah menyelaraskan peritel demi mendukung citra merek promosi manufaktur dengan promosi yang bersifat eksklusif peritel, menganalisis kinerja melalui per - (confidential) dan membuat poin langkah, meningkatkan level pelayanan (service level) melalui penggunaan teknologi informasi yang berhubungan secara bini k bisnis (B2B), menciptakan pengalaman belanja yang unik melalui desain kreatif dari kedua belah pihak, dan lain-lain.

---------------------------------------------------------
Website Raja Rak Minimarket yang lain : 

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget