Buku > Retail Rules > 4.2. Alfamart: Daftar Panjang Antrean Peminat
Dalam 10 tahun, Alfamart tumbuh menjadi peritel yang mendominasi di wilayah perumahan. Keberhasilan membangun merek dagang (brand building) menjadi salah satu resep suksesnya.
Keberadaan Alfamart di bisnis ritel memang tergolong masih baru. Tahun ini usianya genap 10 tahun. Meskipun terhitung sebagai pendatang baru, pertumbuhan Alfamart ternyata sungguh luar biasa. Hampir di setiap sudut jalan ada toko Alfamart. Per 1 Mei 2009, jumlah toko Alfamart, baik yang dikelola sendiri maupun franchise, mencapai lebih dari 3.040 toko yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, beragam institusi, seperti universitas, BUMN, koperasi, pondok pesantren, yayasan, universitas dan perorangan telah banyak bergabung di dalamnya. Toko-toko itu mempekerjakan lebih dari 32 ribu tenaga kerja. Jumlah pemasok juga cukup banyak, yaitu sekitar 600-an pemasok, dan 400 di antaranya merupakan pemasok aktif.
Berdasarkan data Alfamart per Maret 2010, transaksi perhari setiap toko rata-rata 400 hingga 500 transaksi. Itu baru dari satu toko. Nah, kalau sekarang Alfamart, katakanlah, memiliki 3.663 toko, berapa totalnya? Belum lagi bila setiap bulan toko Alfamart bertambah sekitar 10 hingga 50 toko baru.
Sementara itu, omzet per tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tahun lalu, Alfamart berhasil mencetak penjualan sebesar Rp 8,5 triliun. Tahun ini (2010) Alfamart optimistis bisa melebihi angka Rp 10 triliun. Artinya, ada upaya peningkatan tambahan pendapatan sebesar Rp 2,5 triliun yang harus bisa direalisasikan tahun ini.
Januari 2009 merupakan hari bersejarah bagi Alfamart. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, perusahaan pengelola minimarket Alfamart, menginvestasikan dana sekitar Rp 360 miliar. Dana itu digunakan untuk membangun tiga pusat distribusi baru di Balaraja, Palembang, dan Solo senilai Rp 160 miliar. Sedangkan Rp 200 miliar sisanya akan digunakan untuk membuka 400 toko baru.
Di tengah kondisi ekonomi yang lesu seperti sekarang ini, waralaba atau franchise memang bisa menjadi salah satu pilihan investasi menarik. ALfamart adalah salah satu pilihan waralaba dengan seabrek keunggulan, seperti survei lokasi, reskrument dan pelatihan karyawan, pasokn barang dagangan, brand awareness yang tinggi, dukungan promosi, supervisi operasional, dan transfaransi dalam pelaporan keuangan, sehingga para franchiser tidak perlu repot-repot lagi mmengurus bisnisnya.
Kesuksesan Alfamart dalam mengembangkan toko taklepas dari upaya manajemen dalam membangun merek dagang (brand building). Hal ini penting, terutama untuk mendongkrak popularitas bisnis waralaba yang dianut toko yang pada awal berdirinya menggunakan nama Alfa Minimart ini. Sang pendiri, Djoko Susanto, menyebut langkah ini sebagai bagian dari upaya manajemen dalam meningkatkan brand awareness. Apalagi di era persaingan bisnis waralaba yang kian ketat seperti sekarang ini, brand merupakan sebuah jaminan kepastian bisnis yang teramat mahal.
“Sebuah brand mampu memberikan persepsi kepada konsumen akan kualitas barang yang mereka beli, pelayanan, dan kenyamanan,” kata Djoko yang juga menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT), pengelola jaringan ritel minimarket Alfamart. Terlebih lagi, lanjut Djoko, konsep bisnis Alfa Minimart sejak pertama kali dioperasikan pada 18 Oktober 1999, masih sangat sederhana. Memang ketika itu Alfa Minimart sudah memiliki sistem dan pola bisnis ritel yang baik, tetapi sudah tidak relevan mengingat perkembangan teknologi yang sedemikian cepat. Apalagi kompetitor lain sudah demikian kuat dan juga gencar melakukan ekspansi bisnis. Pola lama itu, misalnya, bisa dilihat dari alur distribusi yang masih belum tertata dengan baik dan seringnya terjadi keterlambatan pengantaran barang ke toko.
Upaya membangun brand ini dimulai dengan penyegaran yang dilakukan manajemen pada awal tahun 2001, yakni dengan memasukkan Pudjianto, orang yang selama ini dikenal sebagai arsitek ulung bisnis minimarket di Indonesia. Seolah tak mau membuang banyak waktu, Pudjianto yang masuk sebagai Managing Director lantas memulai sebuah perubahan. Tugas utamanya difokuskan pada pembangunan jaringan dan perbaikan sistem bisnis, dua hal yang kala itu tergolong sulit untuk dilakukan secara instan karena pola bisnis lama yang telah mengakar kuat. Mau tak mau, tata ulang secara internal harus segera dilakukan. Dari sisi sumber daya manusia (SDM), menata ulang karyawan dikedepankan. Ini berlaku untuk orang lama maupun baru.
Tata ulang juga dilakukan pada sistem teknologi informasi yang digunakan. Semuanya ditekankan pada kecepatan, efektivitas, serta efisiensi. Pudji menilai, bisnis ritel membutuhkan gerakan yang cepat dan agresif. “Terlambat sedikit saja bisa berakibat fatal. Perputaran bisnis akan mengalami kebuntuan dan tersendat,” kata Pudjianto.
Begitu program tata ulanginternal berjalan dengan lancar, fokus pembenahan ditekankan pada operasional di lapangan. Pertama adalah membenahi tata gudang, terutama mengenai sistem Teknologi Informasi (TI) yang digunakan. Dari tata gudang inilah nantinya kelancaran serta kecepatan alur distribusi barang ke toko-toko Alfamart bisa dilihat. Sebagai gambaran, satu gudang melayani kurang lebih 250 hingga 400 toko. Satu toko membutuhkan sekitar 1.000 item barang yang harus dikirim. Sementara itu, waktu yang dibutuhkan untuk mencatat, mengatur, mengambil barang, hingga pengiriman terbilang sangat singkat. Secara rata-rata, penanganan per-item hanya memiliki waktu empat menit, mulai dari pendataan, pengambilan, packaging, hingga pengiriman. Kuncinya memang ada pada pengolahan data (sistem TI). Semuanya harus tercatat secara akurat-berapa item hari ini yang terjual, apa saja item yang perlu dikirim, ketepatan waktu pengiriman, hingga peletakan barang pada rak di toko.
Kedua adalah mengubah paradigma penjaga toko dari yang semula hanya dikenal sebagai penjaga toko menjadi pengelola toko. Dengan begitu, mereka bisa mengelola toko menjadi lebih baik dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan.
Hal ini sejalan dengan moto Alfamart yakni Belanja Puas, Harga Pas. Ini juga menjadi salah satu keunggulan Alfamart dalam menjalankan sistem waralabanya, yakni sistem penataan atau desain toko yang lengkap dengan pelatihan terhadap pengelola tokonya. Tapi apakah semudah dan selancar itu proses membangun merek yang dilakukan Alfamart? “Tidak mudah. Kami butuh waktu sekitar dua tahun agar pola bisnis ritel modern yang kami terapkan bisa berjalan sesuai dengan yang kami harapkan,” ungkap Pudjianto. Memang benar, perubahan besar yang dilakukan pada awal 2001 itu mulai terlihat jelas pada tahun 2003. Meskipun selama dua tahun itu belum ada penambahan toko (tetap 34 toko), fondasi Alfamart dalam bisnis waralaba modern kian kuat. Makin mantapnya pola bisnis Alfamart lalu dibarengi dengan pembukaan toko-toko baru.
Toko yang kian menjamur itu tak lepas dari beberapa strategi jitu yang dikembangkan. Beberapa di antaranya seperti membuka toko atau mengembangkan jaringan melalui sitem franchise bagi masyarakat luas, promosi, dan upaya menjaring konsumen dengan menerbitkan kartu AlfamartKu. Strategistrategi ini rupanya cepat ditangkap pasar.
Dalam mengembangkan jaringan melalui sistem franchise, tingkat kesuksesannya bisa dibilang luar biasa. Dalam satu bulan, sekitar 4-10 toko baru Alfamart dibuka. Hal ini wajar mengingat dalam satu tahun terdapat sekitar 1.000 orang yang ingin membuka toko Alfamart dengan biaya investasi sekitar Rp 350 juta per toko. Dari jumlah tersebut, yang disetujui paling hanya sekitar 60-65% karena terbentur kendala regulasi daerah dan lokasi yang belum sesuai dengan kualifikasi. Hingga Maret 2010, jumlah toko Alfamart sudah mencapai 3.663 toko.
Sukses membuka jaringan baru ini juga diikuti dengan program-program promosi menarik dengan tujuan menggaet konsumen. Contohnya, pembukaan toko baru biasanya dibarengi dengan promosi khusus seperti pemberian diskon barang-barang tertentu hingga pembagian suvenir-suvenir menarik untuk pembelanjaan dengan nominal tertentu. “Sebenarnya ini strategi yang biasa saja. Kami berupaya membuat masyarakat terkesan pada kunjungan pertama harapannya tentu mereka akan belanja di toko kami seterusnya,” ungkap Pudjianto.
Langkah menjaring konsumen ala Alfamart ini memang menarik. Apalagi ditambah dengan penerbitan Kartu AKU (AlfamartKu). Kartu belanja isis ulang ( top up) ini merupakan kartu anggota Alfamart yang memiliki manfaat atau keuntungan khusus bagi anggota saat belanja di Alfamart sesuai periode promosi yang berlaku. Keuntungan dari kartu AKU adalah HematKu, yaitu program potongan harga hemat/bonus produk tertentu; SpesialKu, yaitu program penjualan produkproduk eksklusif dengan harga spesial; dan HadiahKu, yaitu program hadiah langsung atau undian. Program ini hanya berlaku untuk pelanggan/anggota yang memiliki kartu anggota AlfamartKu.
Keuntungan yang ditawarkan kartu AlfamartKu ini makin berlipat setelah Alfamart melakukan co-branding dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk., (BNI) dalam penerbitan kartu AlfamartKu. Dari co-branding yang dimulai pada Februari 2009 ini saja, Alfamart dan BNI menargetkan penyebaran 500 ribu kartu AlfamartKu dengan nilai transaksi mencapai Rp 500 miliar.
Promosi lainnya yang pernah dilakukan Alfamart adalah mengadakan promo barang bersama PT Natrindo Telepon Seluler (NTS), operator seluler Axis, pertengahan 2009 silam. Dalam promo bersama ini, Axis dan Alfamart menawarkan kartu perdana gratis edisi khusus untuk para pelanggan Alfamart yang tergabung dalam AlfamartKu (AKU).
Berbagai bonus diberikan kepada pelanggan, seperti gratis bicara selama 10 menit ke semua nomor Axis dan gratis 10 SMS ke sesama pengguna Axis. Pelanggan juga memperoleh pulsa perdana senilai Rp 1.000 dengan bonus isi ulang pulsa hingga 100 persen untuk isi ulang yang ketiga untuk semua denominasi melalui pulsa elektronik maupun voucher fisik, dan sebagainya. Namun demikian, untuk menikmati berbagai bonus tersebut, pelanggan terlebih dahulu harus berbelanja minimal Rp 25 ribu.
Nama Alfamart dahulu adalah Alfa Minimart dan berada di bawah naungan PT Alfa Mitramart Utama (AMU). PT Alfa Retalindo, Tbk tercatat sebagai pemilik 51% sahamnya dan sisanya (49%) dikuasai PT Lancar Distrindo. Toko pertamanya adalah Alfa Minimart yang berada di Jalan Beringin Raya, Karawaci, Tangerang, Banten.
Pada 1 Agustus 2002, PT Sumber Alfaria Trijaya mengambil alih kepemilikan Alfa Minimart dengan komposisi pemegang saham PT HM Sampoerna, Tbk sebesar 70% dan PT Simantara Alfindo 30%. Ketika itu, jumlah toko Alfa Minimart sudah mencapai 34 toko yang tersebar di Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Pada 1 Januari 2003, nama Alfa Minimart secara resmi diganti menjadi Alfamart dan digunakan hingga sekarang. Nama itu pula yang membuat banyak peminat antre untuk membuka toko waralaba Alfa Minimart.---------------------------------------------------------
Website Raja Rak Minimarket yang lain :
Posting Komentar