3.7. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemilihan Lokasi

Buku Retail Rules > 3.7. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemilihan Lokasi

Accessibility
Accessibility bisa ditinjau dari berbagai sudut:
  • Akses untuk masuk ke area perbelanjaan
  • Akses untuk masuk ke area ritel makanan
  • Akses untuk troli belanjaan konsumen
Kemudahan akses sangat penting bagi suatu pusat perbelanjaan atau toko ritel. Kemudahan akses tersebut bukan hanya dilihat dari kemudahan dijangkau dari jalan utama, namun juga kemudahan untuk masuk ke pusat perbelanjaan dari tempat parkir, kemudahan mencari parkir, dan kemudahan dijangkau dengan kendaraan umum.
Definisi kendaraan umum tentunya berbeda antara satu pusat perbelanjaan dengan pusat perbelanjaan lainnya. Untuk pusat perbelanjaan yang membidik konsumen menengah ke atas, biasanya tersedia pool taksi. Untuk pusat perbelanjaan yang membidik konsumen menengah ke bawah, maka kedekatan dengan terminal bis atau kendaraan umum lainnya menjadi penting.
Kemudahan akses juga berarti kemudahan untuk keluar-masuk dan kemudahan parkir. Untuk pusat perbelanjaan dengan target konsumen menengahatas, rasio antara luas pusat perbelanjaan dengan luas parkir juga penting. Peraturan dari Pemda DKI mengharuskan pusat perbelanjaan menyediakan lahan parkir dengan perbandingan 40:1 atau setiap 40 meter persegi luas pusat perbelanjaan harus disediakan lahan parkir untuk 1 mobil.
Menyadari bahwa wanita menjadi kekuatan yang begitu hebat dalam berbelanja, maka sekarang banyak pusat perbelanjaan yang menyediakan parkir untuk wanita (ladies parking). Ladies parking kini tersedia bukan hanya di pusat perbelanjaan kelas atas, namun juga di salah satu gerai hypermarket di daerah Bintaro. Hal yang harus diperhatikan juga adalah banyak shopping center yang mulai membatasi jalur gerak troli belanjaan konsumen, karena selain merusak lantai & estetika (terutama untuk malkelas atas) juga mengganggu kenyamanan konsumen yang lain. Hal ini tentu membatasi jumlah belanjaan (basket size).
Building Layout
Baik untuk gerai ritel yang berada di dalam mal atau berdiri sendiri, layout gedung sangat mempengaruhi. Ingat, kegagalan beberapa peritel di masa awal disebabkan lokasi gerainya yang berada di lantai atas sehingga menyulitkan konsumen membawa barang belanjaannya.
Selain itu juga harus diperhatikan visibility atau kemudahan konsumen untuk menemukan atau melihat. Oleh karena itu, tampak depan gerai harus dibuat sebesar atau semenonjol mungkin. Walaupun berada di lantai dasar atau lantai basement yang langsung berhubungan dengan tempat parkir, kalau posisinya berada di ujung dan tidak kelihatan dari pintu masuk utama, maka visibilitasnya menjadikurang dan harus dibantu dengan beberapa direction signage yang menunjukkan lokasinya. Kesan pertama sangat menentukan kesan-kesan atau langkah selanjutnya. Oleh karena itu, visibilitas toko sangat menentukan persepsi yang akan terbentuk di benak konsumen.
Customer Profile
Apakah profil konsumennya sesuai dengan profil yang ingin dilayani oleh peritel. Profil konsumen harus dijabarkan dengan lebih mendetail, bukan hanya dari segi kelas ekonomi sosial, tapi juga dari umur dan gaya hidup. Sebagai contoh: di Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, terdapat sebuah mal yang dibangun oleh developer yang sama.
Di Jakarta, konsep mal ini sangat sukses dan supermarket yang terdapat di dalamnya juga sangat berhasil. Namun di Surabaya, mal ini tidak terlalu sukses dan supermarket yang sama juga mengalami kesulitan untuk mengulangi keberhasilan seperti di Jakarta. Dari kelas ekonomi, kedua mal tersebut berada di lokasi kelas menengah-atas. Namun yang menjadi perbedaan utama adalah gaya hidup dan umur pengunjung.
Developers (experience, contract & charges, concept & tenancy mix]
Untuk mudahnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
Experience (pengalaman)
Ada beberapa developerbesar yang telah membangun banyak pusat perbelanjaan. Namun, beberapa di antaranya tidak benar-benar menyiapkan konsep pusat perbelanjaan dengan baik, apakah itu sebagai trade center, leased mall, atau trade mall.
Trade center adalah pusat perbelanjaan yang bersifat strata title. Hampir seluruh kios atau ruang jualnya dimiliki oleh pemilik toko. Biaya perawatan fasilitas umum dibebankan kepada pemilik kios atau penyewa dan dilakukan oleh pengelola gedung (developer). Di awal tahun 2000-an, trade center banyak berdiri di Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia. Konsep trade center menjanjikan keuntungan yang sangat baik bagi developer karena sudah dipasarkan sebelum unitnya dibangun. Biasanya, saat trade center selesai dibangun, unit yang terjual sudah mencapai 60% atau lebih.
Trade mall atau trade center mendapat sambutan baik di awal tahun 2000-an, karena saat itu merupakan awal kejayaan bisnis handphone dan komputer. Trade mall atau trade center akan sukses apabila ada satu jenis bisnis yang mendominasi.Jadi, bukan banyaknya pilihan jasa atau bisnis yang tersedia dalam center tersebut, tapi lebih kepada banyaknya pilihan dari satu jenis bisnis tersebut. Contohnya adalah ITC Fatmawati, ITC Roxy Mas, atau ITC Ambassador yang terkenal dengan pusat perdagangan handphone atau ITC Mangga Dua yang terkenal dengan pusat fesyen yang murah meriah. Biasanya trade center menggaet konsumen kelas menengah.
Untuk mengetahui kemungkinan suksesnya suatu mal, kita harus mampu membaca target konsumen yang dibidik oleh sebuah mal berikut estimasi trafik yang diharapkan. Sebagai rule of thumb, sebuah supermarketakan meraih sekitar seperdua puluh lima sampai dengan seperlima belas dari trafik keseluruhan mal. Sebuah hypermarket mampu meraih sekitar seperlima belas sampai dengan seperdelapan dari trafik keseluruhan. Tinggi atau rendahnya persentase konsumen yang berhasil dibawa ke sebuah swalayan di dalam mal, sangat ditentukan oleh kelengkapan pilihan tenant, tingkat hunian tenant (occupancy/tenancy rate), dan persaingan di sekitar. Sebagai contoh adalah Panakukang Mall. Di sana terdapat Hypermart dan Carrefour. Karena itu, tinggi atau rendahnya konsumen yang bisa diarahkan menuju hypermarket di mal tersebut bergantung pada kemampuan kompetisi para peritel itu sendiri.
Dari sisi konsep belanja, di Indonesia terdapat dua format, yaitu mal dan trade center. Kios di mal biasanya disewakan, sedangkan kios di trade center untuk dijual. Karena disewakan, konsep penataan mal lebih teratur. Pengelola bisa membuat tema dari lantai ke lantai, misalnya fashion, entertainment, food court, resto dan kafe, buku, dan lain-lain. Sementara di trade center semuanya seperti bercampur-baur karena dijual. Pengelola mal memegang kendali sepenuhnya atas content, kelas, dan brand. Bisa habis kios secepatnya. Pasar Tanah Abang dan Asia, mal Mangga Dua di Jakarta merupakan trade center adalah landmark yang sudah terkenal di kawasan Asia.
Bagi masyarakat Asia, mal adalah landmark yang sangat penting. Setiap kota besar di Asia mempunyai mal unggulan dan selalu menjadi dikatakan investasi di mal berwujud jangka panjang. Sedangkan trade center lebih ke arah jangka pendek, yaitu membangun dan menjual masyarakat di seluruh kawasan.
Contract & Charges
Perhatikan dengan benar beberapa hal di luar periode kontrak dan biaya sewa serta service charge. Tiga hal yang dirasakan paling penting untuk diperhatikan adalah biaya tambahan, pemutusan/perpanjangan kontrak dan eksklusivitas.
Banyak developer meminta beberapa biaya tambahan seperti dana pemasaran untuk acara-acara bulanan atau perayaan besar mal, dana pembukaan mal, dan sebagainya. Perhatikan hal-hal yang bisa membuat salah satu pihak memutuskan Asia mempunyai mal topik dan tujuan bagi para turis belanja Asia. unggulan dan selalu Karena itu, pada saat ini pembangunan mal menjadi topik dan diarahkan pada konsep super mega mal tujuan bagi paГа turis karena konsep ini memiliki nilai gengsi dan belanja Asia prestise, yang bisa menjadi pusat perhatian bagi kontrak atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk perpanjangan kontrak. Pemutusan atau perpanjangan kontrak biasanya akan menjadi genting antara lain pada saat kinerja atau konsep dari salah satu pihak tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau ada perubahan konsep di tengah-tengah kontrak.
Situasi lainnya, misalnya, adanya peritel saingan yang ingin masuk dengan nilai sewa yang jauh lebih tinggi karena mal tersebut sangat ramai, adanya pembangunan mal yang lebih menarik atau lebih besar di lokasi yang sangat berdekatan, terjadinya perubahan kepemilikan baik dari sisi peritel maupun dari sisi developer/mal. Perhatikan dengan baik kondisi yang tercantum dalam klausul early termination atau contract renewal.
Selain itu, sebisa mungkin upayakan klausul mengenai eksklusivitas, yaitu bahwa dalam satu mal yang sama tidak boleh ada peritel supermarket/ hipermarket lain, atau bahwa jenis barang yang dijual harus sesuai dengan konsep awal. Jadi peritel yang awalnya hanya menjual roti tidak bisa kemudian berkembang jadi menjual buah dan produk makanan lainnya.
Concept & Tenancy Mix
Pemilikmal adalah orang yang sangat berkecukupan dari sisi keuangan. Karena itu, mal yang dibangun biasanya cenderung untuk mengangkat gengsi pemiliknya. Gengsi itu bisa dicapai dengan membangun mal untuk kalangan atas atau membuat mal terbesar, tanpa memperhatikan keinginan konsumen mereka.
Kita bisa lihat dari banyaknya mal yang memiliki tenant yang hampir sama dengan mal lain yang lokasinya sangat berdekatan. Misalnya, untuk toko roti, hampir dipastikan merek toko roti terkenal dari Singapura harus masuk karena bisa menjadi penarik trafik, atau untuk tempat ngopi harus ada merek tertentu.
Merek-merek tersebut memang merupakan merek-merek yang sangat baik yang telah berhasil membangun komunitasnya sendiri. Namun ini juga menjadi bukti bahwa banyak mal yang tidak bisa berdiri tanpa ditopang merek-merek yang kuat karena konsep yang tidak kuat dan karena berdiri terlalu dekat dengan mal lainnya, sehingga menjaring konsumen dari radius yang sama. Di sisi lain, ada juga pemilik mal yang sangat tidak peduli dengan konsep, selama uang hasil sewa dan service charge bisa memberikan keuntungan. Alhasil, walaupun
mempunyai sebutan mal, isi dalamnya tidak lebih rapi dari kios-kios pasar.
Secara alamiah, mal mempunyai usia (lifespan) yang dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti pusat kota atau populasi yang bergeser, perubahan trafik jalan, perubahan arsitektur, atau perubahan pola belanja. Selain itu, ada lagi penyebab kematian mal yang pada dasarnya disebabkan oleh ketidakmampuan mengelola mal dengan baik. Seperti halnya manusia, mal memerlukan perawatan yang baik sehingga semua fasilitas umum bisa digunakan dengan baik, kebersihan
dan kenyamanan yang terjaga, dan perubahan tenancy atau layout sebagai bagian dari peremajaan.

---------------------------------------------------------
Website Raja Rak Minimarket yang lain : 

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget