Buku > Retail Rules > 5.6. Warung: Toko Convenient-nya Indonesia
Di Indonesia, populasi toko terbesar adalah warung kecil, dan kebanyakan berlokasi dipelosokjalan. Ada tiga keunggulan toko warung dibanding tokolainnya menurut konsumen, yaitu barang dapat dibeli seukuran kemampuan konsumen, bisa berhutang dulu, dan belanja dengan berjalan beberapa langkah dari rumah tanpa harus repot berdandan. Toko warung bisa berupa toko tidak berbadan hukum yang hanya berbentuk etalase di garasi atau di depan rumah, atau memang toko berbadan hukum dengan izin resmi. Modal kerja bisa sangat minim, sekitar Rp 5 hingga 20 juta, tidak memerlukan keahlian khusus, dan yang penting bisa secara kontinu membeli stok baru dari grosir atau distributor.
Toko seperti ini akan terus bertumbuh di negara seperti Indonesia karena perkembangan kota dan barrier to entry-nya sangat rendah. Sebagian akan mati, tapi yang memulai juga lebih banyak. Beberapa alasan bisnis warung akan mati adalah karena tidak mampu mengadakan stok atau barang yang dicari sering tidak ada, tidak disiplin dalam keuangan, seperti uang kas tidak berputar dan malah menurun, pelayanan yang sangat minimal, dan lain-lain.
Pada tahun 2008, jumlah toko tradisional di Indonesia tumbuh hampir 1% atau sekitar 190 ribu toko! Thailand dan Malaysia naik 2%, India 5%, dan Filipina 10%. Ini berbeda dengan negara maju seperti Singapura, Taiwan, Korea, dan Cina yang jumlahnya turun antara 3% hingga 9%. Di negara-negara maju, izin sangat ketat dan konsumen sudah meningkatkan tuntutan pelayanan yang lebih tinggi.
Karena toko warung merupakan peluang dagang paling sederhana dan menjadi bentuk mata pencaharian paling mudah untuk masyarakat Indonesia di kalangan bawah, maka pedagang toko tradisional harus diberi kesempatan untuk berusaha dan berkembang, menuju kesempatan usaha perdagangan selanjutnya.
Dari analisis berdasarkan beberapa studi, saya menemukan masalah yang biasa dialami pedagang toko tradisional yang rentan untuk bisa bertahan. Pertama adalah pengadaan barang yang tidak konsisten. Hal ini disebabkan distributor yang tidak terlalu peduli dengan toko kecil karena nilai pembelian tidak sebanding dengan biaya distribusi, meskipun didukung oleh petugaskanvaser. Solusinya, pemerintah harus membantu mendirikan pusat distribusi (distribution center/DC) skala kecil atau menengah untuk produk-produk yang cepat berputar. Dengan kemampuan beli yang lebih besar dari DC, harga yang didapat juga bisa lebih murah.
DC berfungsi seperti jantung yang mengalirkan stok barang secara reguler, yang memastikan toko-toko lancar mendapat barang segar. Kedua adalah kredit permodalan, untuk menambah ragam produk yang dibutuhkan konsumen dan peningkatan perangkat fisik toko.
Ketiga adalah pelatihan standar operasional dalam memelihara keuangan yang sehat, pemajangan produk yang menstimulasi penjualan secara impulse. Keempat, menuntun mereka menjadi toko semi atau full swalayan agar penjualan dapat meningkat berlipat kali dan melayani lebih banyak pelanggan. Berbisnis ritel harus maju terus, tidak boleh diam. Seperti naik sepeda, jika kita berhenti mengayuh maka akan jatuh ke samping. Kenyataannya semua peritel dunia yang sukses memulainya dari toko tradisional, termasuk legenda ritel Indonesia seperti MS Kurnia (Hero), Hari Darmawan (Matahari), Paulus Tumewu (Ramayana), Budi Siswanto (Yogya), dan Djoko Susanto (Alfamart). Selain tangguh, mereka juga terus berubah mengikuti zaman. Kemampuannya bertahan dan tumbuh juga karena memiliki visi yang besar. Kenapa convenient store seperti 7 Eleven atau Circle K yang menjadi raja di negara maju tidak dapat tumbuh cepat di negara-negara seperti Indonesia? Karena 1,9 juta warung yang ada di Indonesia. Hampir semua rombong rokok buka 24 jam. Itulah convenient store-nya. Bagi pedagang, kini buka toko warung tidak harus di pusat keramaian seperti pasar. Mereka kini lebih memilih mendekati tempat tinggal konsumen. Jemput bola!---------------------------------------------------------
Website Raja Rak Minimarket yang lain :
Posting Komentar