Buku > Retail Rules > 1.4. Serbuan Peritel Asing
Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 1930 hingga tahun 2010 mencapai kurang lebih 234 juta jiwa, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi mencapai 7% di tahun 2010. Data itulah yang dilirik para pemain asing sehingga Indonesia ditempatkan sebagai pasar yang sangat menarik untuk peritel negara maju.
Banyak rumor yang mengatakan bahwa Tesco, peritel Inggris yang dikagumi banyak peritel lainnya, yang saat ini menempati posisi nomor tiga dunia, telah lama menempatkan timnya untuk mempelajari pasar Indonesia. Demikian pula dengan peritel besar lainnya.
Namun, peritel asing yang paling pertama masuk ke Indonesia adalah Makro, yang membawa konsep toko grosir di tahun 1992. Makro melakukan bisnisnya dengan cara yang berbeda dengan peritel yang sudah ada, yakni konsumen diminta untuk membayar keanggotaan tahunan senilai Rp 80.000.
Produk yang dijual dikemas dalam bentuk inner pack (berisi beberapa buah) atau langsung dalam kemasan karton. Interior toko dibuat layaknya sebuah gudang dengan rak-raktinggi, signage yang minimal, dan lampu secukupnya. Di dalam Makro, konsumen bisa melihatforklift yang berseliweran untuk mengambil barang dari rak yang paling atas. Karena itu anak-anak dilarang masuk, sebab dikhawatirkan berbahaya. Selain anak-anak, orang dewasa yang tidak mempunyai member card pun dilarang masuk.
Pemegang kartu hanya boleh ditemani oleh satu orang dewasa. Makro juga tidak menyediakan kantong belanja. Jadi, jika membutuhkan kantong, konsumen harus membeli dikasir. Kemudian, setelah selesai membayar dikasir dan sebelum belanjaan dibawa keluar, terdapat pengecekan terakhir atas produk-produk yang dibeli dengan melihat struk pembelanjaan.
Makro mendapat tanggapan yang cukup bagus dari pengusaha hotel, restoran, catering (horeca) dan rumah tangga besar, karena mereka bisa mendapatkan produk dengan harga miring dan hanya perlu membayar iuran tahunan sebesar Rp 80.000. Namun setelah beroperasi selama 16 tahun, di bulan Oktober 2008, Makro menghentikan bisnisnya di Indonesia dan diambil alih oleh Lotte Korea. Di awal 1990-an, selain ditandai dengan masuknya Makro ke Indonesia, grup Hero juga mulai melirik konsep grosir dengan dibukanya Mega Toko Grosir di Pondok Kopi, Jakarta Timur dan Pusat Grosir Mangga Dua, Jakarta Barat. Mega Toko Grosir di Mangga Dua terletak di lantai 4 dan tidak memberlakukan sistem keanggotaan seperti Makro.
Ukuran gerainya lebih kecil dibandingkan Makro, tetapi lebih besar dibandingkan supermarket secara umum. Aksesori toko sangat minimal dan hampir tidak menggunakan pendingin ruang (hanya kipas angin). Pelayanan juga sangat minimal dan tidak menjual produk segar.
Tidak lama kemudian juga berdiri Goro Toko Grosir. Pada awalnya, Goro terhitung sukses dan mempunyai beberapa lokasi yang strategis, seperti Kelapa Gading di Jakarta Timur dan Pasar Minggu di Jakarta Selatan.
Di masa jayanya, Goro sempat mempunyai 4 gerai di Jakarta. Kemudian ada juga Indogrosir yang didirikan Kelompok Indomarco. Di beberapa daerah, Indogrosir juga cukup sukses. Hingga saat ini Indogrosir masih mampu menjual dengan volume yang cukup besar.
Bagaimana dengan peritel asing itu sendiri? Saat ini kita tengah melihat persaingan yang begitu hebat antara peritel lokal dan peritel asing. Alfamart, Indomaret, Hero, dan Gelael, misalnya, tengah mendapat himpitan dari 7-11, Circle K, hingga Carrefour.---------------------------------------------------------
Website Raja Rak Minimarket yang lain :
Posting Komentar