MAKASSAR – Biaya logistik Indonesia mencapai 26 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Ini dapat ditekan menjadi hanya 9 persen, apabila konsisten melakukan perbaikan serta inovasi pada sektor tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Roland Berger, perusahaan konsultasi global dan dan Open Port, saat menggelar media briefing di Hotel Aryaduta Makassar, Selasa (23/8/2016).
“Untuk mencapai target yang ambisius, harus disertai upaya reformasi secara menyeluruh. Pihak pemerintah dan swasta harus bekerja sama untuk mengurangi beban ini,” tutur Global Head of Ports Practice Roland Berger, Anthonie Versluis.
Ditambahkan Anthonie, rasio ini tiga kali lebih besar dari negara-negara berpendapatan lebih tinggi. Dia juga menyebutkan biaya logistik terhadap PDB di Malaysia dan India hanya 14 persen dan di Tiongkok adalah 18 persen. Tindakan tertentu seperti reformasi model operasi pelabuhan dan pengembangan infrastruktur pelabuhan sangat dibutuhkan.
“Dengan berkembangnya Indonesia Timur, Makassar sebagai pusat logistik, memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas supply chain serta infrastruktur logistik, agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi regional,” lanjutnya.
Pemerintah berencana untuk meluncurkan pelabuhan baru di Makassar pada tahun 2018 mendatang. Ini diprediksi akan mengurangi biaya logistik sebesar 40 persen. Meskipun begitu, hal-hal lain juga harus dilakukan, sehingga dapat mengurangi beban pada bisnis dan konsumen.
“Pemerintah Indonesia memang telah memprioritaskan agenda perbaikan pada sektor logistik. Namun survei mengenai Logistics Performance Index yang dilakukan World Bank tahun 2016 ini, menunjukkan peringkat Indonesia turun 10 poin hingga menempati urutan ke-63 dari 160 negara yang disurvei,” ungkap Anthonie.
Sementara itu CEO Global OpenPort, Max Ward mengatakan, salah satu tantangan yang menjadi perhatian adalah bisa atau tidaknya industri supply chain di Indonesia diandalkan. Penting bagi kita untuk menemukan cara agar dapat merevolusi sistem logistik dan supply chain tersebut.
Revolusi pada sistem yang digunakan tidak hanya akan membuat menjadi lebih efektif. Tetapi juga memungkinkan pelaku bisnis logistik dalam negeri untuk bisa bermain di pasar global,” sebutnya memberi solusi.
Kemajuan teknologi dan pemakaian smartphone, membuka peluang bagi sistem manajemen logistik yang baru. Sebuah platform multi-shipper berbasis cloud dapat diadopsi dengan biaya minimal, serta terintegrasi dengan aplikasi mobile yang dapat menghubungkan pengirim dengan operator angkutan truk logistik. Selama ini 72 persen pengeluaran dalam bisnis logistik, dihabiskan oleh biaya transportasi.
Platform OpenPort memberikan kesempatan bagi pengirim untuk mengatur manajemen supply chain mereka sendiri, dimana bagi Roland Berger hal ini merupakan kunci untuk mengurangi biaya. Sistem OpenPort memungkinkan pengadaan on-demand, dan meningkatkan efisiensi dengan mengurangi truk kosong melalui backhaul dan berbagi beban bersama.
Sumber : http://makassarterkini.com/
Posting Komentar