Buku > Retail Rules > 2.10. Peran Pemerintah
Setidaknya ada delapan Undang-Undang, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri yang berkaitan dengan peritel, yaitu:
- Peraturan Menteri Perdagangan RI (PerMenDag RI) No. 53/M-DAG/ PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
- Undang-Undang RI No. 20/2008 tentang usaha Mikro, Kecil & Menengah. Peraturan Presiden RI (PerPres RI) No. 112/2007 tentang
- Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
- Undang-Undang RI No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-
- Undang RI No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang RI No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
- Peraturan Pemerintah RI No. 44/1997 tentang Kemitraan 8. Permendag No. 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, pemerintah berperan dalam membantu menjaga keseimbangan antara pemain besar dan pemain kecil boleh di dalam kota.
Selain soal pengaturan lokasi, pemerintah juga mengatur kontrol kualitas yang ketat, seperti yang dilakukan Food & Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk Indonesia. Kontrol yang ketat memang terus ditingkatkan di Indonesia, namun dalam kenyataannya kontrol yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah yang terkait harus ditingkatkan secara konsisten dan bersifat lebih mendidik. Banyak contoh yang bisa diungkapkan, misalnya kasus melamin dalam susu yang merebak hebat di bulan September 2008. Penarikan produk yang dicurigai mengandung melamin dilakukan antara lain berdasarkan daftar produk di Singapura yang dicurigai mengandung melamin. Penarikan itu dilakukan karena bahaya kandungan kimia di dalam melamin, terutama untuk balita.
Isu mengenai kandungan melamin dalam susu bayi dan susu untuk orang dewasa, permen, dan biskuit yang merebak bertepatan dengan bulan puasa, ditanggapi segera oleh BPOM. Sekadar catatan, di bulan ini, penjualan biskuit bisa mencapai delapan kali lipat penjualan biskuit di bulan-bulan lainnya. Artinya, perhatian masyarakat terhadap isu biskuit menjadi sangat tinggi. Perhatian yang tinggi itu dibarengi dengan proses pemeriksaan dan penyitaan yang dilakukan badan pemerintah yang didampingi wartawan televisi, sehingga isu biskuit bermelamin langsung merebak secara cepat. Pemeriksaan yang disiarkan media televisi bertujuan baik, yaitu agar masyarakat mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai masalahnya. Namun cara penyampaiannya kurang bijak, karena berkesan mencari sensasi dan bukan memberikan pendidikan atas masalah yang sebenarnya. Berita yang disampaikan lebih memojokkan pengusaha, dalam hal ini peritel, karena barang disita di toko peritel dan baru kemudian diusut ke pabrik atau distributor.
Kasus lainnya adalah beberapa produk susu dan biskuit dari perusahaan terkemuka dunia yang dicurigai mengandung melamin. Di kemudian hari terungkap bahwa produk tersebut tidak mengandung melamin. Namun akibat gencarnya pemberitaan, penjualan produk tersebut terlanjur hancur. Retur besar-besaran terjadi dan membuat mereknya menjadi hancur.
Apakah ada usaha rehabilitasi dari pemerintah atas merek yang rusak tersebut? atau permintaan maaf atas kecerobohan ini? Tidak ada. Yang ada biasanya adalah pernyataan apologetik dari badan-badan tersebut bahwa mereka mempunyai keterbatasan SDM, keterbatasan dana operasional, dan sebagainya.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat juga kadang bersifat tumpang tindih, seperti yang terjadi di awal tahun 2009. Lembaga konsumen tersebut melakukan pemeriksaan dengan membeli beberapa produk susu dan turunannya dari beberapa peritel (supermarket/ hypermarket) di Jakarta. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dilaporkan ke peritel-peritel terkait dan instansi yang berwenang. Oleh peritel, hasil pemeriksaan ini disampaikan kepada pemasok terkait untuk klarifikasi. Kurang lebih dua minggu setelah hasil tersebut disampaikan ke peritel dan instansi pemerintah yang berwenang, lembaga konsumen tersebut mengumumkan hasilnya ke media massa dan tampil dalam talk show malam di salah satu TV swasta. Kembali konsumen dihentak oleh isu melamin.
Namun beberapa hari kemudian, hasil pemeriksaan lembaga konsumen tersebut dibantah oleh instansi pemerintah. Apakah konsumen benar-benar dilindungi oleh pemeriksaan-pemeriksaan tersebut? Atau beberapa TV swasta yang diuntungkan karena mendapat berita sensasional dan kontroversial untuk meningkatkan peringkat pemirsa? Setelah itu, apakah ada permintaan maaf atau rehabilitasi atas merek yang rusak? Dari lembaga yang mengumumkan terkandungnya melamin: tidak ada! Klarifikasi hanya diberikan oleh instansi pemerintah yang terkait karena berhubungan dengan kinerja mereka yang dipertanyakan.
Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga konsumen tersebut adalah baik, yaitu melakukan check and recheck langsung di pasar dan berusaha memberikan efek jera. Namun mekanisme pemeriksaan masih harus diperbaiki. Yang sering tidak dimengerti oleh publik adalah apakah penyertaan media massa dalam pemeriksaan itu untuk memberikan efek jera dan sebagai bagian dari proses edukasi atau sekadar mencari popularitas.
Proses edukasi yang dibutuhkan publik sebenarnya bukan hanya pada masalahnya tapi pada perbaikan proses untuk mencegah terjadinya masalah. Masalah lainnya adalah masih merebaknya produk yang tidak mempunyai nomor edar dari BPOM. Semua produk makanan dan minuman, obat, vitamin, perawatan tubuh dan kebutuhan rumah tangga yang mengandung bahan kimia atau mengalami proses produksi harus didaftarkan di BPOM dan mendapatkan nomor edar sebelum bisa dijual ke publik. Nomor edar ini berlaku lima tahun dan harus diperbaharui setelah lima tahun melalui proses yang sama.---------------------------------------------------------
Website Raja Rak Minimarket yang lain :
Posting Komentar